Langsung ke konten utama

Laporan Praktikum Farmakognosi (Makroskpis dan Mikroskopid, Histokimia, dan KLT Phyllanthi Herba)



Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum “Phyllanthi Herba”. Laporan praktikum ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan praktikum farmakognosi.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih atas bantuan dari semua pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Jember, 10 November 2017

                                                                    Penyusun


                                                                                                                                          
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
1.4    Manfaat....................................................................................5



BAB 1. PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Farmakognosi berasal dari bahasa yunani yang artinya Pharmakon adalah obat dan gnosis adalah ilmu atau pengetahuan. Jadi pengertian farmakognosi adalah ilmu atau pengetahuan tentang obat. Dalam farmakognosi, yang menjadi objek diamati atau bahan yang diamati adalah bahan alam berupa tumbuhan. Tumbuhan memiliki banyak kandungan yang bisa dimanfaatkan menjadi obat. Simplisia dalam bahasa farmakognosi merupakan bahan yang kita amati dimana didalamnya mempunyai komposisi senyawa bahan yang terkandung dari jenis tertentu. Salah satu tanaman yang dipakai sebagai obat adalah Phyllanthi Herba (Phyllanthus niruri). Phyllanthi Herba (Phyllanthus niruri) merupakan salah satu tanaman obat yang sudah lama digunakan untuk pengobatan tradisional penyakit hati, antikanker, antidiabetes dll. Meniran dan manfaatnya yang beragam ini berkaitan erat dengan zat atau senyawa yang ikandungnya.
Pada makalah kali ini, kami akan membahas tentang hasil praktikum uji Histokimia dan Kromatografi Lapis Tipis terhadap Phyllanthi Herba. Uji Histokimia bertujuan untuk mengetahui berbagai macam zat yang terkandung dalam jaringan simplisia Phillanthi Herba. Sedangkan Kromatografi Lapis Tipis adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut diantara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Uji kandungan ini sangat bermanfaat, karena kita dapat menentukan kandungan kimia apa saja yang terdapat dalam simplisia tersebut sehingga memudahkan kita dalam membuat suatu sediaan obat tradisional yang sesuai. Selain itu juga bermanfaat untuk membuat sediaan yang dapat memberikan efek terapi yang optimum sesuai dengan kandungan kimia yang
ada pada simplisia tersebut.

1.2    Rumusan Masalah

Adapun batasan bahasan yang kita tulis dalam makalah ini :
1.           Bagaimana cara mengidentifikasi fragmen-fragmen spesifik serbuk herba?
2.           Bagaimana cara mengidentifikasi serbuk herba dengan penambahan reagen kimia?
3.           Bagaimana cara menganalisis indentitas senyawa serbuk herba dengan
metode Kromatografi Lapis Tipis?

1.3    Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.           Mahasiswa dapat mengidentifikasi fragmen-fragmen spesifik serbuk herba.
2.           Mahasiswa dapat mengidentifikasi serbuk herba dengan penambahan reagen kimia.
3.           Mahasiswa dapat menganalisis identitas senyawa serbuk herba dengan
kromatografi Lapis Tipis.

1.4        Manfaat

1.           Mengetahui cara identifikasi fragmen-fragmen spesifik serbuk herba.
2.           Mengetahui cara identifikasi serbuk herba dengan penambahan reagen kimia.
3.           Mengetahui cara analisis identitas senyawa serbuk folium dengan metode Kromatografi Lapis Tipis.




                                          BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apa pun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (FI edisi III).
Simplisia terbagi menjadi tiga bagian yakni :
 1.   Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman dan eksudat tanaman (eksudat tanaman adalah isi yang spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dikeluarkan dari selnya dengan cara tertentu atau zat yang dipisahkan dari tanamannya dengan cara tertentu yang masih belum merupakan zat kimia murni).
2.    Simplisia hewani yaitu simpisia berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat yang dihasilkan hewan yang masih belum berupa zat kimia murni.
3.    Simplisia mineral adalah simplisia yang berasal dari bumi, baik telah diolah atau belum, tidak berupa zat kimia murni (Ditjen POM,1979).
Simplisia nabati, hewani dan pelican yang dipergunakan sebagai bahan untuk meperoleh minyak atsiri, alkaloid, glikosida atau zat berkhasiat lainnya, tidak perlu memenuhi persyaratan yang tertera pada monografi yang bersangkutan. Identifikasi simplisia dapat dilakukan berdasarkan uraian mikroskopis serta identifikasi kimia berdasrakan kandungan senyawa yang terdapat didalamnya (Anonim, 1995). Untuk mengetahui kebenaran dan mutu obat tradisional termasuk simplisia, maka dilakukan analisis yang meliputi analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif terdiri atas pengujian organoleptik, pengujian makroskopik, pengujian mikroskopik, dan pengujian
histokimia.

2.1    Phyllanthi Herba

2.2.1 Klasifikasi


Gambar 2.1 Phyllanthus niruri
Kingdom : Plantae
Subkingdm : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Phyllanthus
Spesies : Phyllanthus niruri L.

2.2.2 Morfologi

Meniran (Phyllanthus niruri) adalah tanaman semusim, tumbuh tegak, bercabang-cabang, dan tingginya antara 30cm-50cm. Batang tanaman meniran (Phyllanthus niruri) ini memiliki batang yang berbentuk bulat berbatang basah dengan tinggi kurang dari 50cm, berwarna hijau, diameternya ± 3 mm. Daun tanaman ini memiliki daun majemuk, tata letak daunnya berseling ( Deccussate ), bentuk daun bulat telur (ovale), ujung daunnya tumpul, pangkalnya membulat, memiliki tepi daun yang rata ( entire ), memiliki anak daun 15-24, memiliki panjang ± 1,5 cm, lebar ± 7 mm, dan berwarna hijau. Daun meniran ini termasuk tipe daun yang tidak lengkap yaitu pada bagian daun bertangkai karena tanaman ini hanya memiliki tangkai dan beberapa heliaan daun. Bunga tanaman ini memiliki bunga tunggal yang terdapat pada ketiak daun menghadap ke arah bawah, menggantung dan berwarna putih. Memiliki daun kelopak yang berbentuk bintang, benang sari dan putik tidak terlihat jelas, mahkota bunga kecil dan berwarna putih. Buah tanaman ini memiliki buah yang berbentuk kotak, bulat pipih dan licin, diameter ± 2mm dan berwarna hijau. Biji tanaman ini memiliki biji yang kecil, keras dan berbentuk ginjal serta berwarna coklat. Akar tanaman ini memiliki akar
tunggang yang berwarna putih.
2.2.3 Kandungan Kimia dan Khasiat
Tanaman Meniran sangat kaya akan berbagai kandungan kimia, antara lain: phyllanthin, hypophyllanthin, niranthin, nirtetrali, nirurin, nirurinetin, norsecurinine, phyllanthenol, phyllnirurin, phylltetrin, quercitrin, quercetin, ricinoleic acid, rutin, salicylic acid methyl ester, garlic acid, ascorbic acid, hinokinin, hydroxy niranthin, isolintetralin, dan isoquercetin. Senyawa lain yang terkandung dalam Meniran adalah beta-d-xylopyranoside dan beta-sitosteroy. Senyawa lain yang baru ditemukan adalah seco-4-hidroksilintetralin, seco- isoarisiresinol trimetil eter, hidroksinirantin, dibenzilbutirolakton, nirfilin, dan neolignan.
Akar dan daun Meniran kaya akan senyawa flavonoid, antara lain phyllanthin, hypophyllanthin, qeurcetrin, isoquercetin, astragalin, dan rutin. Minyak bijinya mengandung beberapa asam lemak seperti asam ricinoleat, asam linoleat, dan asam linolenat.
Bagian tanaman meniran yang bisa dimanfaatkan sebagai obat yaitu pada bagian akar (radix), batang dan daun (folium), bunga (flos), aerial atau bagian herba.
Herba dan akar digunakan untuk penyakit radang, infeksi saluran kencing, serta untuk merangsang keluarnya air seni (diureticum), untuk penyebuhan diare, busung air, infeksi saluran pencernaan, dan penyakit yang disebabkan karena gangguan fungsi hati. Buahnya berasa pahit digunakan untuk luka dan scabies. Akar segar digunakan untuk pengobatan penyakit kuning. Dapat digunakan untuk penambah nafsu makan dan obat anti demam. Meniran banyak disalahgunakan sebagai obat penggugur kandungan, dan pada pemakaian berlebih dari Phyllanthi Herba dapat menyebabkan impoten.

2.3    Histokimia

Histokimia merupakan cabang ilmu histologi mengenai susunan dan perubahan yang terjadi di jaringan manusia,tumbuhan dan hewan. Dalam praktikum kali ini, uji histokimia bertujuan untuk mengetahui berbagai macam zat kandungan yang terdapat dalam jaringan tanaman. Dengan pereaksi spesifik, zat – zat kandungan tersebut akan
memberikan warna yang spesifik pula sehingga mudah dideteksi. (Anonim,1987)

2.4    Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT, diantaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam.
Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error. Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh. Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak  yang ditempuh oleh eluen. Rumus faktor retensi :
Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu.Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawadalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyaikepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasadiam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam,sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah.Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangikepolaran eluen, dan sebaliknya.(Anomim:2013)
 Pada Kromatografi Lapis Tipis ini, zat penyerap merupakan serbuk halusyang dilapiskan pada lempeng kaca, plastic atau logam secara merata, umumnyadigunakan lempeng kaca. Lempeng yang umumnya dapat dianggap sebagai kolomkromatografi terbuka dan permisahan yang tercapai dapat didasarkan padaabsorbs, partisi atau kombinasi kedua efek, tergantung dan jenis zat penyangga,cara pembuatan dan jenis pelarut yang digunakan.
Kromatografi Lapis Tipis(KLT) dengen lapis tipis penukar ion dapatdigunakan untuk pemisahan senyawa polar. Perkiraan identifikasi diperolehdengan pengemetn bercak dengen Rf yang identik den ukuran hampir samadengan menotolkan zat uji dan bakupembanding pada lempeng yang sama. Perbandingan visual ukuran bercak yang dapat digunakan untuk memperkirakankadar secara semikuantitatif.(Anonim:1995)




BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1    Alat dan Bahan

3.1.1 Alat dan bahan identifikasi histokimia

a.    Alat :
1)           Pipet tetes
2)           Batang pengaduk
3)           Plat tetes
b.    Bahan :
1)           Simplisia phyllanthi herba
2)           Reagen asam sulfat p
3)           Reagen natrium hidroksida 5%
4)           Reagen kalium hidroksida 5%
5)           Reagen amoniak 25%
6)           Reagen feri klorida 5%

3.1.2 Alat dan Bahan Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis

a.    Alat  :
1)           Chamber
2)           Plat KLT silica gel GF 254
3)           Kertas saring
4)           Botol timbang
5)           Tabung reaksi
6)           Neraca analitik
7)           Sinar UV 366 nm
8)           Penggaris
9)           Piepet ukur
10)        Ball filler
11)        Mikro pipet
12)        Labu ukur
b.    Bahan :
1)           Simplisia phyllanthi herba
2)           Fase gerak (kloroform:methanol:air) 80:12:2
3)           Fase diam (silica gel 60F 254)
4)           Penampak noda : alumunium klorida 5%
5)           Pembanding : kuersetin 0,5%
6)           Warna noda : sitroborat
Preparasi lempeng silica gel 60 F254 : membuat garis berjarak 1 cm di bagian atas dan bawah lempeng. Garis atas digunakan sebagai batas eluensi, sedangkan garis
yang bawah di beri tanda garis 1 cm tiap titik untuk menotolkan sampel.

3.2    Cara Kerja

3.2.2 Analisis Histokimia Phyllanthi Herba

Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
a.            Diambil simplisia Phyllanthi herba timbang. sebanyak 2 mg  .
b.           Dimaasukkan dalam plat tetes (replikasi 5x)
c.            Ditambahkan reagen (asam sulfat P, natrium hidroksida 5%,kalium hidroksida 5%, amonia 25%, feri klorida 5%) pada masing masing simplisia. 
d.           Diaduk menggunakan batang pengaduk pada masing-masing simplisia.
e.            Digunakan kertas label untuk menandai nama reagen simplisia pada plat tetes.
f.            Diamati perubahan warna pada masing- masing simplisia.
3.2.3  Analisis Senyawa Identitas dengan KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
a.            Menimbang 500 mg serbuk Phyllanthi Herba, masukkan ke dalam tabung reaksi. 
b.           Ditambahkan dengan 10 ml methanol.
c.            Dihomogenkan dengan ultrasonik selama ± 10 menit.
d.           Disaring dengan menggunakan kertas saring.
e.            Dimasukkan hasil saringan ke dalam labu ukur 10 ml, ad dengan metanol   hingga tepat tanda  .
f.            Dimasukkan cairan dari labu ukur ke vial.
g.           Dipipet dengan menggunakan mikropipet kemudian  totolkan (2,5 totolan/  5”l) pada lempeng Silika gel 60 F254.
h.           Dipipet kloroform sebanyak 10 ml, metanol 2,5 ml dan air 0,25 ml.
i.             Dimasukkan pada erlenmeyer dan homogenkan.
j.             Dimasukkan ke dalam Chamber.
k.           Dibiarkan eluen jenuh kemudian masukkan lempeng KLT yang telah diberi  totolan standar dan analit ke chamber. 
l.             Setelah dieluasi, kemudian dikeringkan dan dilihat di bawah sinar UV 366   nm serta dilakukan penandaan terhadap noda.
m.         Disemprot lempeng KLT dengan sitroborat dan amati warna nodanya
b.           Dihitung nilai Rf.



BAB 4. HASIL PENGAMATAN

4.1    Hasil Pengamatan Histokimia

Tabel 4.1 Perubahan warna setelah ditambah reagen
Nama reagen
Hasil pengamatan
Asam sulfat P
Coklat kehitaman
Natrium hidroksida 5%
Coklat
Kalium hidroksida 5%
Coklat
Amonia 25%
Coklat
Feri klorida 5%
Coklat

4.2       Hasil Pengamatan KLT

Tabel 4.2 Hasil pengamatan KLT Phyllanthi herba
Studi Pustaka
Hasil Pemeriksaan
Pembanding :
Kuersetin 0,5% dalam metanol atau filantin 1% dalam metanol.
Pembanding :
Kuersetin 0,5% dalam metanol.
Volume Penotolan :
Totolkan 1  pembanding dan 10  larutan uji.
Volume Penotolan :
Totolkan 2  pembanding dan 10  larutan uji.
Fase gerak :
Kloroform : metanol : air
(80 : 12 : 2)
Fase gerak :
Kloroform : metanol : air
(8 : 1,2 : 0,2)
Fase Diam :
Silika Gel 60 F254
Fase Diam :
Silika Gel 60 F254
Penampak Noda :
Alumunium klorida 5% dalam metanol dan amati pada UV 366 nm atau sitroborat dengan memanaskan lempeng pada 100ÂșC selama 5-10 menit dan amati pada UV 366 nm.
Penampak Noda :
Sitroborat pada UV 366 nm.
Warna noda :
Biru muda atau kuning
Warna noda :
Kuning
Nilai Rf :
±0,3
Nilai Rf :
±0,775

4.3    Hasil Pengamatan Mikroskopis dan Makroskopis

Berikut adalah data secara organoleptis dari Phyllanthi Herba :
a.           Warna    : hijau kekuningan
b.           Bau        : Aromatik
c.           Rasa       : Agak pahit
Menurut literatur, berikut adalah data makroskopis dan mikroskopis dari Phyllanthi Herba :
a.           Makroskopis
1)       Ciri umum : batang ramping, bulat, garis tengah sampai 3 mm, daun kecil bentuk bulat telur sampai bundar memanjang.
2)       Ciri spesifik : bunga dan buah terdapat pada ketiak daun, buah warna hijau kekuningan sampai kuning kecoklatan.
b.           Mikroskopis
1)       Sel-sel epidermis dengan hablur kalsium oksalat bentuk roset.
2)       Fragmen kulit buah dan biji.
3)       Jaringan mesofil daun.




BAB 5. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dalam praktikum histokimia Phyllanthi herba, didapatkan hasil pengamatan sebagai berikut (penambahan masing reagen pada Phyllanthi Herba) :
a.   Reagen Asam Sulfat Pekat
Pada awalnya ±2 mg Guazumae Folium ditaruh di plat tetes kemudian ditetesi beberapa asam sulfat pekat . Diaduk dan ternyata setelah diamati terjadi perubahan warna hitam kecoklatan. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa akan terjadi perubahan warna hitam kecoklatan  apabila ditambahkan asam sulfat pekat.
Asam sulfat pekat adalah reagen kimia untuk mengindentifikasi adanya triterpenoid dan steroid. Jadi berdasarkan hasil percobaan, Phyllanthi Herba  ini tidak mengandung  terpenoid dan steroid.
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara iosintesis diturunkan dari hidrokarbon C3O asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid  dapat dipilah menjadi sekurang- kurangnya empat golongan senyawa : triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung. Kedua golongan yang terakhir sebenarnya triterpena san steroid yang terutama terdapat sebagai glikosida. Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana (sebagai hormon kelamin, asam empedu, dll), tetapi pada tahun terakhir ini makin banyak senyawa tersebut yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan. (Harbrone.J.B,1987)
b.   Reagen NaOH 5%
Pada awalnya ±2 mg Phyllanthi Herba ditaruh d plat tetes kemudian ditetesi beberapa NaOH 5%. Diaduk dan ternyata setelah diamati terjadi perubahan warna coklat. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa akan terjadi perubahan warna coklat  apabila ditambah NaOH 5%.
NaOH 5% adalah reagen kimia untuk mengidentifikasi adanya minyak atsiri, triterpenoid, dan steroid. Jadi, Phyllanthi Herba mengandung minyak atsiri.
Minyak atsiri adalah senyawa yang  tersusun dari unsur C, H, dan O, berupa senyawa alifatis atau aromatis meliputi kelompok hidrokarbon, ester, eter, aldehid, keton, alkohol dan asam. Secara kimia minyak atsiri bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi tersusun dari berbagai macam komponen yang secara garis besar terdiri dari kelompok terpenoid dan fenil propan. Minyak atsiri sukar larut dalam air dan kurang larut dalam etanol yang kadarnya kurang dari 70 %.
c.    Reagen KOH 5%
Pada awalnya ±2 mg Phyllanthi Herba ditaruh d plat tetes kemudian ditetesi beberapa KOH 5%. Diaduk dan ternyata setelah diamati terjadi perubahan warna coklat. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa akan terjadi perubahan warna coklat  apabila ditambah NaOH 5%.
KOH 5% adalah reagen kimia untuk mengindentifikasi adanya antrakinon. Jadi Phyllanthi Herba  mengandung  antrakinon.
Antrakinon adalah golongan glikosida ini aglikonnya adalah sekerabat dengan antrasena yang memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang berseberangan (atom C9 dan C10) atau hanya C9 (antron) dan C9 ada gugus hidroksil (antranol). Adapun strukturnya adalah sebagai berikut :
d.   Reagen Amonia 25%
Pada awalnya ±2 mg Phyllanthi Herba ditaruh d plat tetes kemudian ditetesi beberapa amonia 25%. Diaduk dan ternyata setelah diamati terjadi perubahan warna coklat. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa akan terjadi perubahan warna coklat  apabila ditambah amonia 25%.
Amonia 25% adalah reagen kimia untuk mengidentifikasi adanya flavonoid. Jadi, Phyllanthi Herba mengandung flavonoid.
Flavonoid adalah senyawa yang tersusun dari 15 atom karbon dan terdiri dari 2 cincin benzen yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid dibagi menjadi 3 macam, yaitu: flavonoid yang memiliki ketiga gugus piran, flavonoid yang memiliki cincin ketiga berupa gugus piron, dan flavonoid yang memiliki cincin ketiga berupa gugus pirilium. Kerangka dasar karbon pada flavonoid merupakan kombinasi antara jalur sikhimat dan jalur asetat-malonat yang merupakan dua jalur utama biosintesis cincin aromatik. Cincin A dari struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida (jalur asetat-malonat), yaitu kondensasi tiga unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propan berasal dari jalur fenilpropanoid (jalur sikhimat) [Achmad, 1985].
e.   Reagen FeCl3 5%
Pada awalnya ±2 mg Phyllanthi Herba ditaruh di plat tetes kemudian ditetesi beberapa FeCl3 5%. Diaduk dan ternyata setelah diamati terjadi perubahan warna coklat. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa akan terjadi perubahan warna coklat  apabila ditambah FeCl3 5%.
FeCl3 5% adalah reagen kimia yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya  tanin pada senyawa. Jadi, Phyllanthi Herba mengandung tanin.
Flavonoid adalah senyawa yang tersusun dari 15 atom karbon dan terdiri dari 2 cincin benzen yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid dibagi menjadi 3 macam, yaitu: flavonoid yang memiliki ketiga gugus piran, flavonoid yang memiliki cincin ketiga berupa gugus piron, dan flavonoid yang memiliki cincin ketiga berupa gugus pirilium.
Namun terdapat perbedaan antara data yang kami dapat dari literatur dengan data yang didapat saat praktikum. Kerika Phyllanthi Herba ditetesi dengan asam sulfat pekat, warna yang dierikan adalah hitam kecoklatan diman pada literatur dinyatakan warna yang dihasilkan adalah  hijau. Perbedaan yang terjadi pada penambahan reagen asam sulfat pekat ini dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya : kontaminasi dari reagen dapat pula disebabkan oleh kontaminan dari sampel. Sehingga reaksi yang diharapkan dapat timbul.
Pada praktikum kali ini juga dilakukan analisis simplisia dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Phyllanthi Herba atau yang biasa disebut meniran memiliki nama spesies Phyllantus niruri. Phyllanthi Herba termasuk dalam famili euphorbiaceae. Analisis senyawa identitas dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan dengan kondisi sebagai berikut :
a.       Pembanding
Pembanding yang digunakan adalah kuersetin 0,5% dalam metanol atau filantin 1% dalam metanol. Namun, pada praktikum kali ini digunakan pembanding kuersetin 0,5% dalam metanol.
b.       Volume penotolan
Setiap pipa kapiler yang digunakan untuk penotolan memiliki volume 2 . Volume penotolan pembanding sebanyak 2  sehingga hanya memerlukan 1 kali penotolan dengan pipa kapiler. Sedangkan volume penotolan larutan uji adalah 10  sehingga memerlukan 5 kali penotolan dengan pipa kapiler.
c.        Fase Gerak
Fase gerak merupakan pembawa komponen suatu campuran melalui fase diam. Fase gerak yang digunakan pada praktikum ini adalah campuran kloroform, metanol, dan air dengan perbandingan 8 : 1,2 : 0,2.
d.       Fase Diam
Fase diam merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses pemisahan dengan kromatografi karena dengan adanya interaksi dengan fase diamlah terjadi perbedaan waktu retensi dan terpisahnya komponen suatu senyawa analit. Fase diam yang digunakan pada praktikum kali ini adalah silika gel 60 F254.
e.       Penampak Noda
Penampak noda yang dapat digunakan adalah alumunium klorida 5% dalam metanol atau sitroborat dengan memanaskan lempeng pada 100ÂșC selama 5-10 menit. Pada praktikum kali ini, penampak noda yang digunakan adalah sitroborat.
Berdasarkan pengamatan kromatografi lapis tipis warna noda yang tampak adalah warna kuning (sitroborat). Nilai Rf sampel yang diperoleh adalah sebesar 0,775 yang menandakan bahwa kandungan kuersetin dari sampel Phyllanthi Herba adalah sebesar 0,775%. Hasil dari nilai Rf tersebut sangat jauh berbeda dengan nilai Rf yang terdapat dalam literatur yaitu sebesar ±0,3. Sedangkan nilai Rf standar pada praktikum kali ini tidak dapat diketahui karena noda dari larutan standar tersebut tidak tampak pada UV. Hal ini dapat disebabkan karena penotolan larutan standar yang terlalu sedikit, sehingga tidak dapat dianalisis menggunakan sinar UV.
Dari analisis secara makroskopis, ciri-ciri umum yang didapatkan pada praktikum kali ini adalah warna serbuk hijau kekuningan serta tekstur yang berserat. Sedangkan ciri-ciri spesifik yang didapatkan adalah aroma yang khas dan rasa sedikit pahit.
   Analisis mikroskopis Phyllanthi herba dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Berdasarkan analisis tersebut, didapatkan fragmen buah dan biji, kristal kalsium oksalat bentuk roset, serta epidermis dengan hablur kalsium oksalat.



BAB 6. KESIMPULAN

            Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh hasil yaitu:
a.        Analisis secara makroskopis, Phyllanthi Herba mempunyai ciri-ciri serbuk berwarna hijau kekuningan,  tekstur yang berserat, aroma yang khas dan rasa sedikit pahit.
b.       Analisis secara mikroskopis, Phyllanthi Herba mempunyai fragmen buah dan biji, kristal kalsium oksalat bentuk roset, serta epidermis dengan hablur kalsium oksalat
c.        Analisis secara histokimia diketahui bahwa Phyllanthi Herba mengandung alkaloid, antrakinon, flavonoid, dan tanin.
d.       Analisis dengan KLT diketahui bahwa Phyllanthi Herba mengandung kuersetin 0,775% dengan warna noda kuning.






DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. Materia Medika Indonesia Jilid III. Jakarta: Depkes RI.
Anonim. 1993. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
Anonim. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Jilid 1. Jakarta: Depkes RI.
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis. Bandung: ITB Press





LAMPIRAN

Kromatografi Lapis Tipis



 
Histokimia


Komentar